SDN 2 Kunden, tempat sekolahnya anak-anak pinggiran

Foto: Gatot Aribowo

Tri Purtini, guru SDN 2 Kunden, Blora yang telah mengabdi di sekolah tersebut selama 17 tahun.

Kamis, 10 Oktober 2024 17:02 WIB

BLORA (wartablora.com)—Sekolah dasar yang terletak di Jln. Gunung Slamet, Kunden, Blora ini tak begitu riuh jika dibandingkan dengan saudara tuanya. Jika saudara tuanya, SDN 1 Kunden, Kecamatan Blora, Kabupaten Blora memiliki murid hingga 163 anak, SDN 2 Kunden hanya memiliki murid tak lebih 64 anak. Murid SDN 2 Kunden ini dikatakan Tri Purtini, guru yang telah mengajar di sekolah tersebut selama 17 tahun, datang dari kalangan kelas bawah atau anak-anak pinggiran.

"Mereka datang dari kalangan kelas ekonomi bawah yang tidak bisa atau tidak diterima di sekolah-sekolah yang lebih bagus," katanya saat ditemui di kantornya pada Kamis, 10 Oktober 2024.

Tahun ajaran 2024/2025 ini, sekolah yang bersebelahan dengan makam ini hanya mendapatkan murid kelas 1 sejumlah 14 anak.

"Yang lulus dari kelas 6 ada 22 anak, yang masuk kelas satu dapat 14 anak," katanya.

Sejak ia masuk mengajar di sekolah dasar tersebut pada 2007, jumlah total muridnya tak lebih dari 90 anak.

"Sejak awal saya mengajar di sekolah ini pada tahun 2007, memang SDN 2 Kunden ini bukan termasuk sekolahan favorit meski letaknya ada di perkotaan. Bahkan jadi sekolah tempat pindahan anak-anak yang belum bisa membaca dari sekolah lain, dipindahkan ke sini untuk didampingi agar bisa baca dan tulis," sebutnya.

Dari data pokok pendidikan yang bisa diakses di sini, sejak 5 tahun lalu jumlah murid sekolah ini terus berkurang. Dari 88 anak pada 2019/2020, turun menjadi 87 anak pada 2020/2021, turun lagi jadi 81 anak pada 2021/2022, turun lagi jadi 80 anak pada 2022/2023, dan turun lagi menjadi 67 anak pada 2023/2024.

Murid sekolah ini sebagian besar berasal dari penduduk Kelurahan Tempelan, Kecamatan Blora. "Tapi tak sedikit yang berasal dari Kecamatan Tunjungan. Ada yang dari Desa Gempolrejo dan Desa Tutup, Kecamatan Tunjungan," ujarnya.

Ada anak yang dari Sukorame, Desa Tutup, Kecamatan Tunjungan yang setiap hari diantar dan dijemput orang tuanya yang bekerja sebagai pemulung.

"Meski sekolah kami termasuk sekolah pinggiran yang terletak di kota, namun kami tidak berkecil hati. Lulusan sekolah sini tidak ada yang putus sekolah. Semuanya melanjutkan ke SMP. Lulusannya juga ada yang jadi polisi, ada yang jadi guru bahasa Inggris di kota metropolitan," imbuh Tri Partini.